• Ahlan Wa Sahlan !

    Ustadz Abu Bakar Ba'asyir Menbantah Tuduhan Khowarij



    Salah Satu Bagian dialog Ustad Ubaid/Luftfi Haidaroh fakkallahu Asroh dengan ustad Abu Bakar Ba'asyir Fakallahu Asrah Dengan Judul Asli: Mengenal Ustad Abu Bakar Ba'asyir.

    Sengaja kami tengahkan abgian akhir dari dialog ini, semata-mata mencari mashlahat untuk perjuangan Islam yang sedang difitnah bertubi-tubi oleh Musuh-musuh Islam, InsyaAllah Bagian awalnya akan kami posting pula.

    Pertanyaan: Mengenai tuduhan terhadap Ustadz yang banyak muncul pada akhir-akhir ini, bagaimana tanggapan Ustadz?

    Jawab: Tuduhan apa itu

    Pertanyaan: Tuduhan bahwa Ustadz adalah takfiiriy, khowaarij, teroris dan lain-lain, yang berasal dari beberapa aktifis dakwah terutama dari kalangan orang-orang yang menyebut diri mereka sebagai Salafiyyuun?

    Jawab: Tuduhan tersebut sama sekali tidak beralasan dan saya kira hanya berdasarkan hawa nafsu dan menyenangkan thoghut saja atau karena gangguan syubhat dalam pemahaman aqidah. Karena saya tidak pernah mudah-mudah mengkafirkan orang seperti kaum Khowaarij, kecuali orang-orang yang dikafirkan oleh Alloh dan Rosulnya atau oleh ijma’ sahabat maka wajib saya kafirkan. Sedangkan orang-orang Khowaarij adalah orang-orang yang mengkafirkan para pelaku dosa besar. Saya tidak mengkafirkan kecuali orang-orang yang dikafirkan oleh Alloh dan Rosulnya atau oleh ijma’ sahabat berdasarkan nash yang shoriih dan sesuai dengan pemahaman para ulama’ salaf. Sebagaimana para sahabat, yang ketika itu dipimpin oleh Abu Bakar Ash Shiddiiq juga mengkafirkan orang-orang Islam yang mengaku sebagai Nabi beserta para pemngikutnya, dan juga mengkafirkan orang-orang yang menolak membayar zakat, meskipun mereka masih syahadat, sholat dan melakukan amalan-amalan Islam yang lain.

    Di dalam Majmu’ Fatawa juz 28 hal. 519 Ibnu Taimiyah berkata:

    وَقَد اتَّفَقَ الصَّحَابَةُ وَاْلأَئِمَّةُ بَعْدَهُمْ عَلَى قِتَالِ مَانِعِي الزَّكَاةِ وَإِنْ كَاُنُوْا يُصَلُّوْنَ الْخَمْسَ وَيَصُوْمُوْنَ شَهْرَ رَمَضَانَ، وَهَؤُلاَءِ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ شُبْهَةٌ سَائِغِةٌ فَلِهَذَا كَانُوْا مُرْتَدِّيْنَ، وَهُمْ يُقَاتَلُوْنَ عَلَى مَنْعِهَا وَإِنْ أَقَرُّوْا بِالْوُجُوْبِ

    ”Para shahabat dan para ulama sesudah mereka telah bersepakat untuk memerangi orang-orang yang menolak membayar zakat, sekalipun mereka mengerjakan sholat dan shoum Ramadlon. Mereka tidak mempunyai syubhat yang dapat diterima, oleh karena itu mereka telah murtad. Mereka diperangi lantaran mereka menolak untuk membayar zakat meskipun mereka masih mengakui wajibnya membayar zakat.”

    Pertanyaan: Secara lebih rincinya bagaimana Ustadz?

    Jawab: Yang saya kafirkan adalah orang-orang yang dikafirkan oleh Alloh dan Rosulnya atau oleh ijma’ sahabat. Seperti orang-orang yang beribadah kepada selain Alloh atau melakukan perbuatan yang menjadi pembatal Iman. Di antara bentuk ibadah batil yang saya perangi sejak dahulu sampai hari ini antara lain adalah ibadah yang berupa amalan berhukum kepada selain hukum Alloh dan membuat hukum untuk mengganti hukum Alloh. Karena menetapkan hukum untuk mengatur kehidupan manusia adalah hak mutlak Alloh Ta'ala sebagaimana diterangkan oleh Alloh di dalam surat Yusuf ayat 40:

    إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ للهِ أَمَرَ أَلاَّتَعْبُدُوا إِلآًّإِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَيَعْلَمُونَ

    Sesungguhnya hukum itu hanyalah hak Alloh, IA memerintahkan agar kalian tidah beribadah kecuali kepadaN ya. Itulah diin yang lurus akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

    Dan di dalam menetapkan hukum, Alloh Ta'ala tidak mau disekutui. Dia tetapkan hukum menurut kehendakNya yang Maha Bijaksana, makhluqNya tidak boleh turut campur. Hal ini ditegaskan di dalam firmanNya di dalam Surat Al Kahfi ayat 26:

    وَلَا يُشْرِكُ فِي حُكْمِهِ أَحَدًا

    …dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan.

    Atas dasar ini maka semua pemerintahan yang menjalankan hukum selain hukum Alloh adalah kafir, kufur akbar yakni berarti telah keluar dari Islam, karena amalan ini berarti menyekutui Alloh dalam menetapkan hukum.

    Begitu pula hakim yang memutuskan perkara dengan hukum yang bertentangan dengan hukum Alloh juga kafir kufur akbar, maka haram hukumnya bekerja menjadi hakim seperti ini. Dan dalil atas kafirnya para penguasa dan hakim yang menjalankan hukum selain hukum Alloh tersebut adalah firman Alloh Ta’aalaa:

    ومن لم يحكم بما أنزل الله فأولئك هم الكافرون

    Dan barang siapa tidak memutuskan perkara dengan hukum yang diturunkan Alloh, maka mereka adalah orang-orang kafir.

    Oleh karena itu tidak boleh berhukum atau menyelesaikan perkara kepada pengadilan-pengadilan seperti ini dan tidak boleh juga melaksanakan keputusan-keputusannya, dan barang siapa yang berhukum kepada undang-undang mereka dengan sukarela maka dia juga kafir, karena ini berarti berhukum kepada thoghut.

    Oleh karena itu amalan semacam ini disalahkan oleh Alloh Ta'ala dan pengakuan imannya dinafikan seperti disebut dalam surat An Nisaa’ yang berbunyi:

    أَلَمْ تَرَإلِىَ الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ ءَامَنُوا بِمَآأُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَآأُنزِلَ مِن قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحاَكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَن يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُضِلَّهُمْ ضَلاَلاً بَعِيدًا

    Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.

    Sedang orang beriman hanya berhukum kepada hukum Alloh saja, kalau tidak bersedia berarti dia tidak beriman sebagaimana dijelaskan dalam firman Alloh yang berbunyi:

    فَلاَ وَرَبِّكَ لاَيُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

    Maka demi Robbmu, mereka pada hakekatnya tidaklah beriman sampai mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.

    Maka berdasarkan ayat-ayat itu sesungguhnya para anggota parlemen di negara-negara demokrasi / sekuler adalah juga kafir kufur akbar. Karena merekalah yang membuat dan mengesahkan berlakunya undang-undang yang jelas-jelas bertentangan dengan hukum Alloh. Ini berarti mereka menyekutui Alloh di dalam membuat hukum. Hal ini jika tidak terdapat mawani’ pada diri mereka.

    Dan lebih jelas lagi ditegaskan dalam surat Asy Syuro yang berbunyi:

    أم لهم شركاء شرعوا لهم من الدين مالم يأذن به الله

    Apakah mereka memiliki sekutu-sekutu yang membuat syariat diin yang tidak diijinkan oleh Alloh.

    Demikian pula orang-orang yang memilih mereka sebagai wakil mereka di parlemen tersebut juga kafir kufur akbar. Karena dengan memilih mereka sebagai wakil mereka di parlemen tersebut berarti mereka telah menjadikan para anggota parlemen yang mereka pilih sebagai Robb-Robb / tuhan-tuhan yang membuat undang-undang selain hukum Alloh. Dan semua orang yang mengajak atau menganjurkan orang lain untuk mengikuti pemilihan itu juga kafir.

    Dalilnya adalah firman Alloh Ta’aalaa di dalam surat At Taubah yang berbunyi:

    اتخذوا أحبارهم ورهبانهم أربابا من دون الله

    Mereka menjadikan pendeta-pendeta dan rahib-rahib mereka sebagai robb-robb (tuhan-tuhan) selain Alloh.

    Dan para tentara / polisi yang menjadi pembela negara kafir tersebut adalah juga kafir kufur akbar, karena mereka itu berperang di jalan thoghut. Alloh Ta’aalaa berfirman:

    والذين كفروا يقاتلون في سبيل الطاغوت

    Dan orang-orang kafir berperang di jalan thoghut. (QS. An Nisaa’: 76).

    Dan thoghut yang dia berperang dijalannya di sini adalah thoghut dalam bidang hukum, yaitu yang berupa undang-undang dan hukum buatan manusia, dan berupa pemerintah yang menjalankan undang-undang tersebut. Karena mereka yang menjalankan hukum dengan selain hukum Allohitu adalah thoghut sebagaimana firman Alloh Ta’aalaa yang berbunyi:

    يريدون أن يتحاكموا إلى الطاغوت

    Mereka hendak berhukum kepada thoghut.

    Dengan demikan maka kaum muslimin tidak mempunyai kewajiban untuk taat kepada para penguasa thoghut. Dan juga tidak mempunyai kewajiban untuk mematuhi undang-undang negara tersebut. Akan tetapi ia bebas untuk melanggarnya asal memenuhi 2 syarat: pertama, tidak melakukan perbuatan yang dilarang secara syar’iy, dan yang kedua tidak mengganggu atau mendholimi orang Islam.

    Dan sesungguhnya negara yang menggunakan undang-undang kafir adalah Daarul Kufri (negara kafir), dan jika sebelumnya negara tersebut Daarul Islam, artinya sebelumnya negara tersebut diatur berdasarkan syariat Islam lalu diganti dengan undang-undang kafir, sedangkan penduduknya masih Islam, maka negara tersebut adalah Daaru Kufrin Thoori’ yaitu negara kafir yang tidak asli, dan ada juga yang menyebut sebagai Daarul Mustabdil karena ia mengganti hukum Islam dengan hukum jahiliyyah / kafir.

    Namun perlu diingat bahwasanya menghukumi kafir yang saya sebut kan di sini adalah hukum yang dikenal di kalangan para ulama’ dengan Takfiirul Mutlaq. Adapun untuk Takfiirul Mu’ayyan, yaitu mengkafirkan orang-orang tertentu yang telah melakukan perbuatan-perbuatan yang saya sebutkan tadi, maka harus melalui kaidah-kaidah yang telah disebutkan oleh para ulama’ yaitu dengan mengecek syarat-syarat dan penghalang-penghalang vonis kafir pada diri orang yang mau dikafirkan tersebut. Ini semua dijelaskan oleh para ulama’ di dalam kitab-kitab fikih dalam pembahasan ar riddah atau kemurtadan, al qodloo’ atau pengadilan, ad da’awaat atau tuduhan dan al bayyinaat atau pembuktian. Silahkan kaji di sana.

    Adapun status umat Islam yang tinggal di negara yang menjalankan hukum kafir tersebut adalah harus melawan menurut kemampuan sebagaimana yang disabdakan oleh Rosululloh Shalallah 'alahi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim:

    فمن جاهدهم بيده فهو مؤمن ومن جاهدهم بلسانه فهو مؤمن ومن جاهدهم بقلبه فهو مؤمن وليس وراء ذلك من الإيمان حبة خرذل

    Barang siapa berjihad melawan mereka dengan tangannya maka dia beriman dan barang siapa berjihad melawan mereka dengan lisannya maka dia beriman dan barang siapa berjihad melawan mereka dengan hatinya maka dia beriman, dan setelah itu tidak ada iman lagi walaupun sebesar biji sawi.

    Jadi mereka yang memerangi thoghut dengan senjata maka mereka adalah orang beriman, dan mereka yang memerangi thoghut dengan lisannya maka mereka adalah orang yang beriman, dan yang memerangi dengan hati juga orang beriman.

    Karena hanya Alloh yang tahu isi hati seseorang maka orang yang bersikap diam, tidak memerangi thoghut baik dengan senjata maupun dengan lisan hukumnya adalah dianggap sebagai orang Islam jika secara dhohir dia mengamalkan Islam, seperti mengucapkan syahadat, sholat dan amalan-amalan lain yang menjadi ciri khas Islam. Karena ada kemungkinan dia masuk dalam katagori orang yang memerangi thoghut tersebut dengan hatinya lantaran dia tidak mampu memerangi dengan tangan dan lidahnya. Penilaian ini juga didasarkan atas sabda Nabi Shalallah 'alahi wa sallam:

    من صلى صلاتنا و استقبل قبلتنا وأكل ذبيحتنا فذلك المسلم

    “Barangsiapa yang sholat sebagaimana kami sholat, menghadap ke kiblat kami dan memakan sembelihan kami maka ia muslim.“ (Hadits ini diriwayatkan oleh Al Bukhooriy no. 391).

    Sedangkan orang-orang Khowaarij dalam menyikapi golongan ini berselisih pendapat. Sebagian berpendapat mereka juga kafir karena diam itu menunjukan ia ridlo. Adapun sebagian yang lain menyikapinya dengan tawaqquf, tidak menghukumi mereka sebagai orang Islam dan juga tidak menghukumi mereka sebagai orang kafir.

    Sedangkan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah menganggap mereka sebagai orang Islam sebagaimana saya katakan tadi.

    Adapun penduduk negara tersebut yang jelas-jelas melakukan kekafiran seperti orang yang berwala’ kepada thoghut, atau melakukan kekafiran lainnya seperti meninggalkan sholat, menghina Islam dan amalan-amalan yang membatalkan Islam lainnya, maka dia dihukumi sebagai orang kafir. Sebagaimana firman Alloh:

    وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ

    Dan barangsiapa berwala’ kepada mereka maka dia termasuk golongan mereka.

    Dan sebagaimana sabda Nabi:

    بين الرجل وبين الكفر ترك الصلاة

    (Batas) antara seseorang dan antara kekafiran adalah meninggalkan sholat.

    Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim.

    Adapun penduduk negara tersebut yang tidak menunjukkan tanda-tanda apapun baik sebagai orang Islam maupun orang kafir, maka kita tawaqquf dalam menyikapinya. Tidak kita anggap sebagai orang Islam dan tidak kita anggap sebagai orang kafir, kecuali dalam-keadaan-keadaan tertentu yang menuntut kita untuk menentukan statusnya maka kita lakukan tabayyun.

    Pertanyaan: Tadi Ustadz terangkan bahwsanya kita tidak boleh memutuskan perkara kepada pengadilan thoghut dan tidak boleh juga melaksanakan keputusan-keputusannya, dan barang siapa yang berhukum kepada undang-undang mereka dengan sukarela maka dia juga kafir. Lalu bagaimana dengan proses pengadilan yang selama ini Ustadz jalani di dalam pengadilan taghut Ustadz?

    Jawab: Pertama perlu diingat bahwasanya saya diseret ke sidang pengadilan thoghut bukan atas kemauan saya, akan tetapi saya ditahan setelah melalui perlawanan yang dilakukan oleh umat Islam. Pada penahan pertama saya diciduk ketika saya di rumah sakit PKU dan ketika itu sempat terjadi bentrok fisik antara umat Islam dengan aparat thoghut, sedangkan pada penahanan yang kedua saya diciduk ketika saya baru keluar dari pintu penjara salemba dan ketika itu juga sempat terjadi perlawanan yang dilakukan oleh umat Islam.

    Kedua: karena saya ditangkap oleh pemerintah thoghut secara tidak syah maka, dan hal itu juga sempat terjadi perlawanan yang dilakukan umat Islam, maka sebenarnya status saya selama penangkapan sampai menjalani hukuman yang mereka putuskan itu tidaklah sebabagaimana yang mereka katakan, yaitu sebagai tersangkan kemudian sebagai terpidana. Akan tetapi di dalam syariat Islam saya ini statusnya adalah tawanan.

    Atas dasar itu maka yang saya jalani selama ini bukanlah memutuskan perkara kepada pengadilan toghut atau menjalankan putusan thoghut. Akan tetapi saya adalah tawanan yang dipaksakan untuk menjalani proses persidangan rekayasa yang mereka buat.

    Oleh karena itu saya di dalam sidang saya senantiasa ingin membuktikan kepada umat bahwa ini adalah persidangan rekayasa yang mana jika ditimbang sesuai dengan undang-undang thoghut merekpun sebenarnya saya tidak dapat dijerat oleh hukum. Hal ini saya lakukan dalam berbagai kesempatan yang mereka atur di dalam undang-undang mereka, yaitu eksepsi, pledoi, banding, kasasi sampai peninjauan kembali. Itu semua saya lakukan bukan karena tunduk kepada undang-undang mereka, akan tetapi saya ingin jelaskan kepada umat bahwasanya ini adalah pengadilan rekayasa yang bertujuan untuk menyenangkan aparat Dajjal Amerika. Karena jelas menurut fakta dipersidangan thoghutpun sebenarnya perkara yang mereka tuduhkan kepada saya itu sangat lemah dan tidak dapat dijadikan landasan hukum.

    Pertanyaan: Mereka yang menuduh Ustadz sebagai orang yang berfaham Khowaarij atau Takfiiriy mengatakan bahwa dalil yang Ustaz sebutkan dalam surat Al Maa-idah ayat 44 tadi adalah sama dengan dalil yang sering didengung-dengungkan oleh orang-orang Khowaarij jaman dahulu. Dari sini bisakah Ustatz menjelaskan perbedaan antara paham yang Ustadz terangkan tadi ini dengan pemikiran orang-orang Khowaarij jaman dahulu?

    Jawab: Dalam tafsirnya, Al Fakhrur Rooziy menerangkan tentang pendapat orang-orang Khowaarij dalam memahami ayat ini: Ayat ini merupakan nash yang menunjukkan bahwa setiap orang yang memutuskan perkara dengan selain hukum yang diturunkan Alloh dia kafir, dan setiap orang yang melakukan dosa apa saja berarti dia telah memutuskan perkara dengan selain hukum yang diturunkan Alloh, maka dia pasti menjadi kafir. Begitulah penafsiran kaum Khowaarij tentang ayat ini.

    Penafsiran semacam ini jelas batal dan menyeleweng. Sebab meskipun nash ini bersifat umum, namun ia khusus untuk masalah memutuskan perkara dan persengketaan di antara manusia, dan tidak mencakup seluruh perbuatan pribadi manusia sebagaimana yang difahami oleh Khowaarij.

    Karena nash ini meskipun menggunakan shighoh yang bersifat umum, namun ayat ini khusus mengenai para hakim yang memutuskan perkara di antara manusia dan menyelesaikan persengketaan dan perselisihan. Maka ayat ini bersifat umum dalam permasalahannya atau ia bersifat umum dalam permasalahan tertentu, yaitu masalah memutuskan perkara dan persengketaan. Dan sesungguhnya apabila terdapat kata-kata al hukmu di dalam Al Qur’an dan Sunnah maka yang dimaksud tidak lain adalah memutuskan persengketaan dan bukan mencakup semua perbuatan manusia. Karena sesungguhnya Alloh Ta’aalaa berfirman:

    وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآأَنزَلَ اللهُ

    “Dan barangsiapa tidak memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan Alloh….

    Dan tidak berfirman :

    وَمَن لَّمْ يعمل بِمَآأَنزَلَ اللهُ

    “Dan barangsiapa tidak beramal dengan apa yang diturunkan Alloh….

    Maka menggunakan kata (الحكم) secara umum mencakup seluruh perbuatan manusia sehingga setiap orang yang berbuat dosa berarti dia berhukum dengan selain apa yang diturunkan Alloh, merupakan penyelewengan kata-kata dari makna yang sebenarnya. Dan ini merupakan ciri-ciri Khowaarij sebagaimana, sabda Rosululloh Shalallah 'alahi wa sallam : dalam hadits-hadits yang mutawatir bahwasanya beliau mengatakan bahwa mereka itu:

    يقرؤون القرآن لا يجاوز حناجرهم

    “Mereka membaca Al Qur’an tapi bacaan mereka tidak melebihi kerongkongan mereka”

    Artinya mereka mengulang-ulang bacaan Al Qur’an dengan kerongkongan mereka tapi tidak melebihinya sampai hati yang mana hati itu merupakan tempat pemahaman. Maksudnya mereka tidak memahami maksud dari Al Qur’an yang mereka baca.

    Di antaranya yang memperkuat apa yang saya katakan tersebut adalah firman Alloh Ta’aalaa :

    وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآأَنزَلَ اللهُ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

    “Dan barangsiapa tidak memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan Alloh maka mereka adalah orang-orang kafir”

    Ayat ini turun berkenaan dengan memutuskan perkara manusia dan hal itu diperkuat dengan firman Alloh Ta’aalaa sebelumnya :

    وإن حكمت فاحكم بينهم بالقسط

    “Dan jika engkua putuskan perkara mereka maka putuskan lah dengan adil”

    Dan yat tersebut turun berkenaan dengan Rosul yang memutuskan perkara 2 orang yahudi yang berzina.

    Dan firman Alloh Ta’aalaa :

    خَصْمَانِ بَغَى بَعْضُنَا عَلَى بَعْضٍ فَاحْكُم بَيْنَنَا بِالْحَقِّ --- إلى قوله --- يَادَاودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي اْلأَرْضِ فَاحْكُم بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ

    “Kami adalah dua oran yang bersengketa yang salah seorang di antara kami berklaku aniaya terhadap yang lain maka putuskanlah perkara kami dengan benar ---- sampai firman Nya --- Wahai Daud sesungguhnyan Kami menjadikanmu sebagai kholifah di muka bumi maka putuskanlah perkara di antara manusia dengan benar. QS. Shood : 22-26)

    Ini merupakan nash yang nyata yang menunjukkan bahwa (الحكم) itu maksudnya adalah memutuskan perkata antara dua orang yang bersengketa. Dan bahwa para penguasa, dan juga para hakim adalah orang-orang yang masuk dalam katagori ini, karena Daud as yang dikisahkan dalam surat Shood 22-26 tersebut hakekatnya adalah seorang raja, sebagaimana diterangkan dalam firman Alloh Ta’aalaa :

    وَقَتَلَ دَاوُدُ جَالُوتَ وَءَاتَاهُ اللهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ

    “Dan Daud membunuh Jalut dan Alloh memberikan kepadanya kerajaan dan hikmah (pemahaman).” (QS. Al Baqarah : 251)

    Dan disini saya sebutkan lagi arti-arti dari kata (الحكم) yang terdapat dalam Al Qur’an dan Sunnah, seperti firman Alloh Ta’aalaa :

    وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ

    “Dan apabila kalian memutuskan perkara di antara manusia maka hendaklah kalian memutuskan nya dengan adil.” (QS. An-Nisa’ : 58)

    Dan Alloh berfirman :

    فَاحْكُم بَيْنَهُمْ بِمَآأَنزَلَ اللهُ

    “Maka putuskanlah perkara mereka dengan apa yang diturunkan Alloh.” (QS. Al Maa-idah : 48)

    Dan Alloh Ta’aalaa berfirman :

    لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَآأَرَاكَ اللهُ

    “Supaya kamu memutuskan perkara di antara manusia dengan apa yang Alloh tunjukkan kepadamu.” (QS. An Nisa’ : 105)

    Dan Alloh Ta’aalaa berfirman :

    حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ

    “Sehingga mereka menjadikanmu sebagai pemutus perkara terhadap apa yang mereka perselisihkan.” (QS. An Nisa’ : 65)

    Ini semua menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan al hukmu di sini adalah memutuskan perkara orang yang saling bersengketa atau berselisih, bukan mencakup semua amal perbuatan manusia, seperti yang dikatakan kaum Khowaarij. Maka faham saya tentang ayat ini adalah seperti faham Ahlus Sunnah dan bertentangan dengan faham kaum Khowaarij.

    Selain itu, khowarij adalah orang-orang yang memberotak terhadap penguasa yang syah secara syar’i sedang kalau yang memberontak pemerintah yang tidak syar’i maka tidak bisa di kategorikan sebagai khowarij.

    Pertanyaa: Tadi Ustadz juga menerangkan bahwa pemerintah yang menjalankan hukum buatan manusia itu adalah termasuk thoghut yang harus diperangi dan diingkari. Dan pemahaman seperti ini sering dijadikan alasan untuk menuduh Ustadz sebagai orang yang berpaham Khowaarij. Bagaimana tanggapan Ustadz?

    Jawab: Dalam hal ini harus dibedakan antara orang-orang yang memberontak kepada penguasa, baik dengan alasan duniawi maupun dengan alasan diin, dengan orang-orang yang berpaham Khowaarij yang aqidah mereka dinyatakan sesat oleh para ulama’. Karena orang-orang Khowaarij itu bukan hanya memerangi penguasa thoghut saja akan tetapi mereka itu memerangi orang-orang Islam yang telah mereka kafirkan secara umum dengan tidak membedakan antara orang yang baik dengan orang yang jahat dan antara anak-anak, perempuan dan orang tua.

    Sedangkan orang-orang yang memerangi penguasa itu ada dua macam:

    Pertama: orang-orang yang memerangi penguasa lantaran penguasa tersebut adalah thoghut atau lantaran marah terhadap penyelewengan para penguasa dari ajaran Islam. Mereka ini adalah Ahlul Haqq, dan dalam golongan ini para ulama’ memasukkan nama-nama di antaranya adalah Al Husain Bin ‘Aliy ra, penduduk Madinah pada peristiwa Al Hurroh, para Qurroo’ yang memerangi Al Hajjaaj bersama ‘Abdur Rohman bin Al Asy’ats dan lain-lain.

    Sedangkan yang kedua adalah orang-orang yang memerangi penguasa untuk mencari kekuasaan, baik berdasarkan syubhat maupun tidak, dan mereka itu disebut sebagai Bughoot.

    Atas dasar ini maka saya menyatakan bahwa orang-orang yang memerangi penguasa thoghut dan penguasa dholim dengan tujuan untuk menentang kekafiran dan kemungkaran mereka, sama sekali tidak disamakan atau dikatakan oleh para ulama’ sebagai orang-orang Khowaarij, meskipun mayoritas Ahlus Sunnah berpendapat untuk bersabar menghadapi penguasa yang berbuat lalim, selama mereka tidak berbuat kekafiran. Maka jelas tidak sama antara orang-orang yang memerangi penguasa yang jelas-jelas melakukan kekafiran yang nyata, dengan orang-orang Khowaarij yang memerangi semua penguasa di luar golongannya.

    Lalu bagaimana dengan orang-orang yang justru membantu para penguasa yang jelas-jelas melakukan kekafiran tersebut dalam memerangi para mujahidin yang berjuang untuk menegakkan tauhid?

    Namun perlu diketahui bahwa perang bersama orang-orang Khowaarij untuk melawan thoghut dapat dibenarkan sebagai mana para ulama’ memerangi Bani ‘Ubaid Al Qodaah, di bawah pimpinan Abu Yaziid yang berpaham Khowaarij, dan ketika ada orang yang mencela mereka, mereka menjawab: “Kami berperang bersama orang-orang yang bermaksiat kepada Alloh untuk melawan orang-orang yang kafir kepada Alloh.”

    Pertanyaan: Sebelum kita akhiri mungkin ada pesan Ustadz yang ingin disampaikan?

    Jawab: Al Hamdulillaah dengan ijin Alloh Ta'ala saya nasehatkan kepada seluruh umat Islam untuk terus bersungguh dalam berjihad menghadapi para thoghut, baik dengan tangan, dengan lisan maupun dengan hati. Sebagai mana sabda Rosululloh Shalallah 'alahi wa sallam yang berbunyi:

    جاهدوا المشركين بأموالكم وأنفسكم وألسنتكم

    Berjihadlah melawan orang-orang musyrik dengan harta kalian, dengan , jiwa kalian dan dengan lidah kalian

    Dan juga dalam sabda beliau Shalallah 'alahi wa sallam:

    فمن جاهدهم بيده فهو مؤمن ومن جاهدهم بلسانه فهو مؤمن ومن جاهدهم بقلبه فهو مؤمن وليس وراء ذلك من الإيمان حبة خرذل

    Barang siapa berjihad melawan mereka dengan tangannya maka dia beriman dan barang siapa berjihad melawan mereka dengan lisannya maka dia beriman dan barang siapa berjihad melawan mereka dengan hatinya maka dia beriman, dan setelah itu tidak ada iman lagi walaupun sebesar biji sawi.

    Maka bagi para mujahidin yang mempunyai kemampuan hendaklah berjihad memerangi thoghut dengan tangan dan jiwanya.

    Bagi para ulama’ dan da’i yang tidak mampu memerangi thoghut dengan tangan dan jiwanya hendaklah melawan thoghut dengan lisannya.

    Dan bagi para hartawan hendaklah secara minimal berjihad dengan hartanya.

    Saya juga ingin ingatkan di sini bahwasanya ketika Ibnu Taimiyyah menghadapi kondisi sebagai mana yang kita hadapi sekarang ini, yaitu tatkala menghadapi Tartar, beliau mengatakan bahwa kondisi yang semacam ini membagi manusia menjadi tiga golongan:

    Pertama adalah golongan Ath Thoo-ifah Al Manshuuroh, yaitu mereka-mereka yang berjihad melawan orang-orang kafir.

    Kedua adalah Ath Thoo-ifah Al Mukhoolifah, yaitu orang-orang Islam yang bergabung dan bekerja sama dengan orang-orang kafir tersebut.

    Dan yang ketiga adalah Ath Thoo-ifah Al Mukhoodzilah, yaitu orang-orang yang enggan untuk berjihad meskipun mereka adalah orang-orang yang menganut ajaran Islam dengan benar.

    Dan beliau juga mengatakan bahwasanya seandainya salaf, dari kalangan Muhaajiriin dan Anshoor, seperti Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Aliy dan lainnya hidup pada jaman ini, tentu amalan mereka yang paling utama adalah berjihad melawan orang-orang kafir tersebut.

    Berdasarkan penjelasan Ibnu Taimiyyah ini maka saya nasehatkan kepada umat Islam agar berusaha untuk menjadi golongan pertama, yaitu Ath Thoo-ifah Al Manshuuroh yang senantiasa berjihad. Jangan sampai kita menjadi golongan Ath Thoo-ifah Al Mukhoodzilah yang enggan untuk berjihad meskipun pada hakekatnya mampu dengan lisan. Apalagi menjadi golongan Ath Thoo-ifah Al Mukhoolifah dengan cara bekerjasama dengan thoghut dalam memerangi mujahidin. Golongan ini adalah golongan yang rugi dunia akherat. Na’uudzubillaahi min dzaalik.

    Penutup: Jazaakumulloh Khoiron Ustadz atas kesediaan Ustadz untuk memberikan klarifikasi mengenai berbagai tuduhan yang selama ini dilontarkan kepada Ustadz, semoga Ustadz selalu mendapatkan bimbingan dan perlindungan dari Alloh Ta'ala. As Salaamu ‘Alaikum Warohmatullohi Wabarokaatuh.

    Ustadz Abu Bakar Ba’asyir: Amiin. Wa ‘Alaikumus Salaam Warohmatullohi Wabarokaatuh.

    0 komentar:

    Posting Komentar

     

    Histat Counter

    Alexa Rank

    Total Tayangan

    DMCA

    Feedjit Traffic Feed

    Get This WidgetGet This Widget