• Ahlan Wa Sahlan !

    Liberalisasi, Privatisasi, dan Deregulasi.



    Fundamentalisme pasar adalah orang-orang yang sangat optimistis terhadap pasar. Fundamentalisme pasar merupakan mazhab ekonomi yang muncul untuk merespons paradigma ekonomi Keynesian. Ekonomi Keynesian memberi porsi besar bagi pemerintah mengintervensi pasar melalui instrumen fiskal dan moneter. Pelopor ekonomi fundamentalisme pasar adalah Milton Friedman, yang mengambil alih konsep ekonomi neoklasik tentang "pasar bebas" Adam Smith. Sampai saat ini, pengikut Friedman bertebaran di seluruh pelosok dunia, tidak terkecuali Indonesia.
    Sejak zaman Orde Baru sampai setelah Reformasi, ekonom fundamentalisme pasar kerap menduduki pos-pos penting. Contohnya Boediono, yang memancing kontroversi. Pada masa jabatannya sebagai Menteri Koordinator Perekonomian, iklim mikro di Indonesia tidak tumbuh karena terjadi kesenjangan antara sektor makro dan mikro. Selama memimpin Bank Indonesia, Boediono telah mengambil langkah sangat ekstrem dalam merespons krisis. Kebijakan-kebijakan yang ekstrem itu seperti rezim devisa bebas dan membiarkan suku bunga dideterminasi kekuatan pasar. Pola-pola ini persis yang dikehendaki fundamentalisme pasar. Kebijakan-kebijakan ini menunjukkan model yang sangat destruktif dan mekanik. Mekanik berarti seolah-olah pasar bergerak laksana pendulum yang melaju tanpa kendali dan tanpa pelaku (agency).
    Tolok ukur kesejahteraan menurut tata ekonomi fundamentalisme pasar adalah investasi asing (FDI) dan dana pinjaman. Sebelum memberi pinjaman, lembaga-lembaga peminjam biasanya memonitor kebijakan makroekonomi sebuah negara. Kebijakan makroekonomi tersebut tentu harus ramah terhadap investor asing (friendly investor) yang berarti menjalankan liberalisasi, privatisasi, dan deregulasi.
    Liberalisasi adalah minimalisasi peran negara dalam pasar. Negara-negara, seperti Indonesia, wajib membuka pasar finansial dan pasar modal serta membiarkan kompetisi pasar berkembang. Semua beban dalam bentuk kebijakan fiskal, pajak, tarif, subsidi, dan tenaga kerja ditiadakan. Sementara itu, privatisasi adalah pengalihan perusahaan-perusahaan milik negara ke sektor swasta. Privatisasi merupakan pengalihan tanggung jawab dari publik ke privat. Segala bentuk jaminan bagi para pengangguran, dana pensiun, dan jaring pengaman sosial bagi yang miskin ditiadakan. Secara ringkas, tiga agenda ini merupakan minimalisasi peran negara dari urusan ekonomi rakyat.
    Tiga agenda di atas merupakan pilar utama Washington Consensus. Konsensus yang terjadi pada 1990 ini melibatkan lembaga-lembaga ekonomi global dan US Treasury. Liberalisasi dan privatisasi merupakan pintu masuk bagi investasi asing ke Indonesia. Namun, perlu diingat, lembaga-lembaga ekonomi global tidak sendirian mendesakkan agenda ini ke Indonesia. Kebijakan ini merupakan perpanjangan tangan dari komunitas bisnis dan finansial dari negara-negara maju.
    Penetrasi asing ini tentu membahayakan nasib Indonesia ke depan. Pertama, terjadinya asimetri informasi. Asimetri informasi adalah informasi yang tidak sejajar diterima pelaku pasar. Asimetri informasi tentu tidak akan terjadi jika tanpa adanya asimetri kekuasaan. Karena asimetri informasi inilah Indonesia kerap didikte negara-negara donor dan lembaga-lembaga ekonomi global. Segala keputusan yang menyangkut kebijakan negara perlu disesuaikan dengan kepentingan asing. Akibatnya, kedaulatan negara dan otonomi negara untuk menciptakan kebijakan pembangunan alternatif hilang. Undang-undang parlemen pun harus disesuaikan dengan persyaratan yang disodorkan negara-negara donor.
    Campur tangan korporasi asing dalam membuat rancangan berbagai naskahUU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan lain – lain merupakan cara yang canggih dan tidak nampak vulgar, karena jarang terdeteksi oleh public atau media massa.
    Kata Revrisond Baswir :
    “ Undang – undang kita itu kebanyakan mereka yang membuat. Misalnya UU Migas, disitu jelas peran World Bank; UU BUMN disitu memainkan peranan Price Waterhouse Cooper; UU Kelistrikan – disini lagi – lagi ketemu peranan Asian Development Bank, Nah mereka – mereka itulah yang bermain. “ ( AGENDA MENDESAK BANGSA oleh Profesor Dr. MOHAMMAD AMIEN RAIS ).
    Kepentingan pebisnis ini sering menyandera aparat pemerintah, membeli supervisi dan hukum legal lainnya. Tidak mengherankan jika berkali-kali di Indonesia muncul konflik kepentingan, karena sektor privat melakukan praktek penyuapan terhadap aparat pemerintah. Akibat aktivitas pemburu rente tersebut, praktek korupsi meluas.
    Kedua, subordinasi usaha berskala mikro. Liberalisasi membuka pintu bagi pembangunan top down. Model ini menggerogoti lembaga-lembaga intermediasi, seperti perbankan. Orientasi perbankan selalu berpihak pada korporasi-korporasi berskala raksasa. Sebagaimana kita saksikan bank-bank nasional Indonesia lebih suka memberi kredit kepada 331 perusahaan raksasa daripada menyalurkan kredit ke sektor usaha mikro, kecil, dan menengah yang mencapai 44 juta.
    Risiko copy-paste model Barat menggerus dan memarginalisasi pengusaha lokal dan petani miskin. Rakyat dan pebisnis lokal tidak diberi ruang gerak mengakses dan mengenal pasar. Sistem ekonomi liberal dan terlalu terbuka terhadap persaingan asing justru mempersulit petani dan pengusaha lokal mengakses ke sumber dana. Akibat pertumbuhan ekspor mandek, budaya saving melemah dan income terus merosot. Dalam kondisi masyarakat yang miskin akan terjadi problem serius, konflik sosial akan meluas, inflasi dan pengangguran meningkat. Kondisi sosial-politik yang tidak kondusif justru membahayakan proses investasi ke depan. 
    Pengangkatan Boediono sebagai calon wakil presiden bukan tanpa alasan. Untuk menutupi kelemahan dan dominasi fundamentalisme pasar, SBY perlu memilih komposisi kementerian yang plural. Ini sangat penting mengingat pembangunan ekonomi Indonesia masih tertinggal. Pengangguran dan kemiskinan masih menunjukkan grafik menaik. Paradigma pembangunan dinamis-sistematis itu telah dibangun dengan dua paradigma besar, Keynesian dan liberalisasi pasar.
    Tanda-tanda privatisasi BUMN di tahun 2008, semakin terlihat nyata. Komite privatisasi Perusahaan BUMN sudah membuat daftar 44 BUMN yang akan dijual, yang mencakup : (GATRA)

    Sektor Transportasi/Perhubungan:
    1.Garuda Indonesia
    2.Merpati Nusantara Airlines
    3.Jakarta Lloyd
    4.Bahtera Adiguna
    Sektor Perbankan/Keuangan:
    5.Bank Negara Indonesia
    6.Bank Tabungan Negara
    7.Asuransi Jasa Indonesia
    Sektor Manufaktur:
    8.Intirub
    9.Kertas Blabak
    10.Kertas Basuki Rahmat
    11.Industri Gelas
    12.Inti
    13.Semen Batu Raja
    14.Semen Kupang
    15.Kertas Kraft Aceh
    16.Atmindo
    Sektor Engineering:
    17.Rekayasa Industri
    Sektor Jasa:
    18.Sucofindo
    19.Surveyor Indonesia
    20.Pengerukan Indonesia
    21.Prasadha
    Sektor Konstruksi:
    22.Adhi Karya
    23.Biramaya Karya
    24.Yodya Karya
    25.Sarana Karya
    26.Waskita Karya
    27.Pembangunan Perumahan
    Sektor Perkebunan:
    28.PTPN III
    29.PTPN IV
    30.PTPN VII
    Sektor Industri Strategis:
    31.Krakatau Steel
    32.Inka
    33.Dok Perkapalan Surabaya
    34.Dok Perkapalan Koja Bahari
    35.Industri Kapal Indonesia
    36.Barata
    Sektor Kawasan Industri:
    37.Kawasan Berikat Nusantara
    38.Kawasan Industri Medan
    39.Kawasan Industri Makassar
    40.KAwasan Industri Wijaya Kusuma
    41.Surabaya Industri Estate Rungkut (SIER)
    Sektor Tekstil:
    42.Industri Sandang
    43.Cambrics
    Sektor Properti:
    44.Jakarta International Hotels Development (JIHD)

    0 komentar:

    Posting Komentar

     

    Histat Counter

    Alexa Rank

    Total Tayangan

    DMCA

    Feedjit Traffic Feed

    Get This WidgetGet This Widget