• Ahlan Wa Sahlan !

    Shalahuddin al-Ayubi



    Shalahuddin al-Ayubi, terlahir dengan nama Yusuf Shalahuddin bin Ayub pada sekitar tahun 1138 M. Dia berasal dari suku Kurdi. Keluarganya tinggal di Tikrit, sekarang termasuk wilayah Irak, tempat di mana saat itu Islam sedang berjaya. Ayahnya, Najmuddin Ayub, diusir dari Tikrit dan pindah ke Mosul tempat di mana dia bertemu dengan Imaduddin Zangi, penguasa Mosul, yang juga pendiri Dinasti Zangi, yang memimpin tentara muslim melawan Pasukan Salib di Edessa. Imaduddin menunjuk Najmuddin untuk memimpin bentengnya di Baalbek. Setelah kematian Imaduddin Zangi tahun 1146, anaknya, Nuruddin menjadi penguasa Mosul. 
    Sejak kecil Shalahuddin sudah mengenal kerasnya kehidupan. Pada usia 14 tahun, Shalahuddin ikut kaum kerabatnya ke Damaskus, menjadi tentara Sultan Nuruddin, yang juga penguasa Suriah waktu itu. Shalahuddin dikirim oleh Nuruddin ke Damaskus untuk melanjutkan pendidikannya. 
    Karena memang pemberani, pangkatnya naik setelah tentara Zangi yang dipimpin oleh pamannya sendiri, Shirkuh, berhasil memukul mundur pasukan Salib (crusaders) dari perbatasan Mesir dalam serangkaian pertempuran. Pada tahun 1169, Shalahuddin diangkat menjadi panglima dan gubernur (wazir) menggantikan pamannya yang wafat.

    Konsolidasi dan Rekonsiliasi

    Shalahuddin kemudian memasuki Mesir. Saat itu Mesir dikuasai oleh Khilafah Fathimiyah. Pada tahun 1171, al-Adhid, penguasa Mesir dari Dinasti Fathimiyah wafat. Shalahuddin bersegera meruntuhkan kekuasaan Khilafah Fathimiyah dan segera mengembalikan kekuasaan yang sah kepada Khilafah Abbasiyah di Baghdad. Shalahuddin melakukan revitalisasi perekonomian Mesir, mereformasi militer, serta menerapkan kembali nilai-nilai keislaman. Shalahuddin membangun sekolah-sekolah dan rumah sakit. Dia juga membuka gerbang istana untuk umum, di mana sebelumnya hanya bagi kalangan bangsawan saja. Pada saat itu Pasukan Salib menyerang Alexandria Mesir, namun dengan kegigihan muslimin dan pertolongan Allah, mereka berhasil dikalahkan.

    Shalahuddin selalu berupaya mengusir salibis dari tanah suci Palestina, namun ia berpikir, bahwa agar menang ia harus menyatukan Mesir dan Syiria, seperti yang dicita-citakan Nuruddin. Maka datanglah Shalahuddin untuk menaklukkan Syiria tanpa perlawanan berarti, bahkan disambut oleh penduduk Syiria. Di sana Shalahuddin menikahi janda Nuruddin untuk memperkuat hubungan antara penguasa dirinya dengan penguasa sebelumnya. Ketika Shalahuddin menyatukan Aleppo pada tahun 1176, dia hampir dibunuh oleh Hasyasyin, pembunuh rahasia terorganisir yang dibentuk oleh Syi'ah Ismailiyah untuk membunuh pemimpin-pemimpin Sunni. Dengan kepiawaian politik yang luar biasa, Shalahuddin meminta restu dari Khalifah al-Mustadhi dari Khilafah Abbasiyah untuk merekonsiliasikan wilayah-wilayah yang belum sepenuhnya tunduk kepada Khilafah Abbasiyah.

    Kedekatan dengan ulama pun dibangun oleh Shalahuddin, di mana ia selalu meminta nasihat para ulama dalam menjalankan kebijakan militer dan pemerintahannya. Salah seorang ulama terkenal dari Mazhab hambali, Ibnu Qudamah, menjadi penasihat Shalahuddin, dan mendampinginya saat Shalahuddin menaklukkan Palestina.

    Setelah Syiria mencapai kondisi stabil, Shalahuddin kembali ke Kairo untuk mengadakan beberapa perbaikan. Dia menitipkan Syiria kepada saudaranya. Shalahuddin membangun benteng mengelilingi mesir untuk membendung serangan musuh dan melindungi penduduknya. Pembangunan benteng itu dipercayakannya kepada Bahaudin Qarqusy. Shalahuddin juga membangun armada laut untuk melindungi Mesir dari berbagai serangan Pasukan Salib.

    Ketika itu kondisi kaum muslimin sedang berada dalam salah satu kondisi terburuk. Gelimangan harta dan kenikmatan hidup telah membutakan mata hati mereka sehingga mereka enggan berjihad. Karena kekhilafahan Islam membuat kehidupan begitu makmur dan sejahtera, kaum muslimin menjadi terlena sehingga mereka tidak mampu menahan serangan pasukan salibis. Karena itulah berinisiatif untuk mengadakan peringatan Maulid Nabi Muhammad demi mengingatkan kaum muslimin agar kembali kepada jalan Islam dengan berjihad dan berdakwah menjalakan perintah Allah dan RasulNya.

    Dengan parade Maulid Nabi itu Shalahuddin mengingatkan kaum muslimin kepada perjuangan dan pengorbanan Rasulullah dan para sahabatnya dalam mempertahankan kehormatan agama Allah ini. Sangat jelas sekali bahwa tujuan diselenggarakannya Maulid nabi adalah untuk membangkitkan kembali ruhul jihad kaum muslimin yang telah lama membeku. Setelah parade Maulid nabi yang diselenggarakan di seluruh negeri-negeri Islam itu, terbentuklah pasukan jihad yang sangat besar. Sangat berbeda dengan Maulid Nabi yang ada sekarang. Maulid sekarang tidak digunakan untuk membangkitkan semangat jihad dan tidak mampu membentuk pasukan jihad untuk membebaskan saudara-saudara kita di palestina yang sedang dibantai Israel.

    Setelah segala konsolidasi selesai, Shalahuddin mulai melirik Palestina yang tengah dikuasai oleh tentara Salib Eropa. Terngiang di telinga Shalahuddin jeritan orang-orang yang dibantai pasukan salib. 

    Perang Salib I

    Sebagaimana diketahui, berkat perjanjian yang ditandatangani oleh Khalifah Umar bin Khattab dan Uskup Sophronius menyusul jatuhnya Antioch, Damaskus, dan Yerusalem pada tahun 636 M, orang-orang Islam, Yahudi dan Nasrani hidup rukun dan damai di Suriah dan Palestina. Mereka bebas dan aman menjalankan ajaran agama masing-masing di kota suci tersebut. Orang-orang Kristian dari Eropa datang mengerjakan haji dalam jumlah rombongan yang besar dengan membawa obor dan pedang seperti tentara. Sebagian dari mereka mempermainkan pedang dengan dikelilingi pasukan gendang dan seruling dan diiringi pula oleh pasukan bersenjata lengkap. Namun kerukunan yang telah berlangsung selama lebih 460 tahun itu kemudian porak-poranda akibat berbagai hasutan dan fitnah yang digembar-gemborkan oleh seorang patriarch bernama Ermite. Provokator ini berhasil mengobarkan semangat Paus Urbanus yang lantas mengirim ratusan ribu orang ke Yerusalem untuk Perang Salib Pertama. 

    Sebelum Jerussalem dibawah kepengurusan Kerajaan Seljuk pada tahun 1070, upacara seperti itu dibiarkan saja oleh umat Islam, karena dasar toleransi agama. Setelah Kerajaan Seljuk memerintah, upacara seperti itu dilarang dengan alasan keselamatan. Mungkin karena upacara tersebut semakin berbahaya. Lebih-lebih lagi kumpulan-kumpulan yang mengambil bagian dalam upacara itu sering menyebabkan kegaduhan dan huru-hara. Disebutkan bahwa pada tahun 1064 ketua Uskup memimpin pasukan sebanyak 7000 orang jemaah haji yang terdiri dari kumpulan Baron-baron dan para pahlawan telah, menyerang orang-orang Arab dan orang-orang Turki.

    Tindakan Seljuk itu menjadi salah anggapan oleh orang-orang Eropa. Pemimpin-pemimpin agama mereka menganggap bahwa kebebasan agamanya diganggu oleh orang-orang Islam dan menyeru agar Tanah Suci itu dibebaskan dari genggaman umat Islam. Patriach Ermite (Peter The Hermit) adalah salah seorang paderi yang paling lantang membangkitkan kemarahan umat Kristian. Dalam usahanya untuk menarik simpati umat Kristian, Ermite telah berkeliling Eropa dengan mengendarai seekor keledai sambil memikul kayu Salib besar, berkaki ayam dan berpakaian compang camping. Dia berpidato di hadapan khalayak ramai, di dalam gereja, di jalan-jalan raya atau di pasar-pasar.

    Katanya, dia melihat penghinaan kesucian ke atas kubur Nabi Isa oleh Kerajaan Turki Seljuk. Diceritakan bahwa jemaah haji Kristian telah dihina, dizalimi dan dinista oleh orang-orang Islam di Jerussalem. Bersamaan dengan itu, dia menghasut orang ramai agar bangkit untuk berperang demi membebaskan Jerussalem dari tangan orang Islam dan hasutan Ermite berhasil.

    Keluarlah fatwa Paus Urbanus II (Pope Urban 2) yang mengumumkan ampunan seluruh dosa bagi yang bersedia dengan suka rela mengikuti Perang Suci itu, sekalipun sebelumnya dia merupakan seorang perompak, pembunuh, pencuri dan sebagainya.

    Maka keluarlah ribuan umat Kristian untuk mengikuti perang dengan memikul senjata untuk ikut perang Suci. Mereka yang ingin mengikuti perang ini diperintahkan agar meletakkan tanda Salib di badannya, oleh karena itulah perang ini disebut Perang Salib.

    Paus Urbanus menetapkan 15 agustus 1095 bagi pemberangkatan tentara Salib menuju Timur Tengah, tapi kalangan awam sudah tidak sabar menunggu lebih lama lagi setelah dijanjikan dengan berbagai kebebasan, kemewahan dan berlimpahnya makanan. 

    Mereka mendesak Paderi Patriach Ermite agar berangkat memimpin mereka. Maka Ermite pun berangkat dengan 60,000 orang pasukan, kemudian disusul oleh kaum tani dari Jerman seramai 20.000, datang lagi 200,000 orang menjadikan jumlah keseluruhannya 300,000 orang lelaki dan perempuan. Sepanjang perjalanan, mereka di izinkan merompak, memperkosa, berzina dan mabuk-mabuk. Setiap penduduk negeri yang dilaluinya, selalu mengalu-alukan dan memberikan bantuan seperlunya.

    Akan tetapi sesampainya di Hongaria dan Bulgaria, sambutan sangat dingin, menyebabkan pasukan Salib yang sudah kekurangan makanan ini marah dan merampas harta benda penduduk. Penduduk di dua negeri ini tidak tinggal diam. Walau pun mereka sama-sama beragama Kristian, mereka tidak senang dan menuntut balas. 

    Terjadilah pertempuran sengit dan pembunuhan yang mengerikan. Dari 300,000 orang pasukan Salib itu hanya 7000 saja yang selamat sampai di Semenanjung Thracia di bawah pimpinan sang Rahib.

    Ketika pasukan Salib itu telah mendarat di pantai Asia kecil, pasukan kaum Muslimin yang di pimpin oleh Sultan Kalij Arselan telah menyambutnya dengan ayunan pedang. Maka terjadilah pertempuran sengit antara kaum Salib dengan pasukan Islam yang berakhir dengan hancur binasanya seluruh pasukan Salib itu.


    Setelah kaum itu musnah sama sekali, muncullah pasukan Salib yang dipimpin oleh anak-anak Raja Godfrey dari Lorraine Perancis, Bohemund dari Normandy dan Raymond dari Toulouse. Mereka berkumpul di Konstantinopel dengan kekuatan 150,000 laskar, kemudian menyeberang selat Bosfur dan menyerbu Islam bagaikan air bah. Pasukan kaum Muslimin yang hanya berkekuatan 50,000 orang bertahan mati-matian di bawah pimpinan Sultan Kalij Arselan.

    Satu persatu kota dan Benteng kaum Muslimin jatuh ke tangan kaum Salib, memaksa Kalij Arselan berundur dari satu benteng ke benteng yang lain sambil menyusun kekuatan dan taktik baru. Bala bantuan kaum Salib datang bergelombang-gelombang dari negara-negara Eropa. Sedangkan Kalij Arselan tidak dapat mengharapkan bantuan dari wilayah-wilayah Islam yang lain, karena mereka sibuk dengan kemelut dalam negeri masing-masing.

    Setelah berlangsung pertempuran sekian lama, akhirnya kaum Salib dapat mengepung Baitul Maqdis, tapi penduduk kota Suci itu tidak mau menyerah kalah begitu saja. Mereka telah berjuang dengan jiwa raga mempertahankan kota Suci itu selama satu bulan. Akhirnya pada 15 Juli 1099, Baitul Maqdis jatuh ke tangan pasukan Salib, tercapailah cita-cita mereka. Berlaangsunglah keganasan luar biasa yang belum pernah terjadi dalam sejarah umat manusia. 

    Kaum Kristian itu menyembelih penduduk, perempuan dan anak-kanak dengan sangat ganasnya. Mereka juga membantai orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristian yang enggan bergabung dengan kaum Salib. Keganasan kaum Salib Kristian yang sangat melampau itu dikutuk dan dikatakan oleh para saksi dan penulis sejarah yang terdiri dari berbagai agama dan bangsa.

    Kota suci ini berhasil mereka rebut pada tahun 1099. ketika pasukan Perang Salib dari Eropa merebut Jerusalem, 70 ribu orang muslim kota itu dibantai dan sisa-sisa orang Yahudi digiring ke sinagog untuk dibakar, sebagaimana mereka akui sendiri: “In Solomon’s Porch and in his temple, our men rode in the blood of the Saracens up to the knees of their horses.”

    Perang Salib II

    Tahun 1177 M Shalahuddin mulai membangun pasukan untuk berjihad mengambil kembali tanah suci kaum muslimin. Pertama ia masuk menaklukkan Askalon dan Ramallah, dengan mengalahkan Pasukan Salib di beberapa pertempuran. Namun pada pertempuran Montgisard tanggal 25 November 1177 M, Shalahuddin mengalami kekalahan yang cukup parah saat melawan pasukan Reynald de Chatillon dan Baldwin IV, dan menjadi pelajaran berharga baginya.

    Awalnya pertempuran terjadi antara pasukan Shalahuddin dengan pasukan Baldwin IV Raja Palestina, tapi kemudian datang pasukan Reynald de Chatillon, Balian de Ibelin, dan pasukan Kastria Templar. Dikeroyok begitu rupa, pasukan Shalahuddin tercerai berai dan beberapa prajurit terbaiknya syahid. Baldwin terus mengejar pasukan Shalahuddin sampai malam, Shalahuddin mundur ke Askalon sampai ke Mesir dengan sisa pasukannya. Kekalahan ini disyukurinya karena banyak mengantarkan pasukan muslim mencapai cita-citanya yaitu syahid, dan sekaligus menjadi pecut penyemangat agar berjuang lebih kuat lagi.

    Ruhul jihad terus bergelora di hati Shalahuddin dan dia membentuk lagi tentara Allah untuk merebut Palestina. Kafilah jihadnya terus berangkat ke Damaskus, dengan nyanyian-nyanyian jihad yang mengundang seluruh kaum muslimin untuk bergabung. Shalahuddin kemudian melancarkan serangan berikutnya dari Damaskus. Dia meyerang Tiberias, Tyre, dan Beirut. Pada Juni 1179 M, sampailah kafilah jihad Shalahuddin di pinggir kota Marjayoun dan berhadap-hadapan lagi dengan pasukan Baldwin IV, musuh lamanya. Pasukan Baldwin kalah telak dan banyak yang tertangkap termasuk Raja Raymond. Baldwin sendiri lolos dan mundur.

    Bulan Agustus tahun yang sama, pasukan Shalahuddin mengepung Benteng Chastellet di Hebrew. Benteng ini belum selesai dibangun, baru rampung satu dinding dan satu menara. Baldwin sendiri tidak ada di tempat, dia sedang sibuk membangun pasukan di Tiberias. Shalahuddin menaklukkan benteng ini, dan ketika Baldwin datang dari Tiberias (jaraknya hanya setengah hari perjalanan), Baldwin melihat panji-panji syahadat warna hitam dan putih telah berkibar di Benteng Chastellet. Dengan gentar Baldwin mundur.

    Palestina adalah tanah suci kaum muslimin. Seorang Ulama, Ibnu Zaki, berkhutbah: "Kota itu adalah tempat tinggal ayahmu, Ibrahim, dari situlah Nabi Muhammad diangkat ke langit, kiblatmu sholat pada permulaan Islam, tempat yang dikunjungi orang-orang suci, makam-makan para Rasul. Kota itu adalah negeri tempat manusia berkumpul pada hari kiamat, tanah yang akan menjadi tempat berlangsungnya kebangkitan".

    Shalahuddin mengerahkan segenap kekuatan mujahidin untuk menggempur benteng Palestina. Barisan pelontar batu api (manjaniq) dikerahkan untuk meruntuhkan benteng Palestina. Balian de Ibelin juga balas melontarkan manjaniq-nya sehingga kaum muslimin menjemput syahid. Tekanan mujahidin begitu kuat, sehingga Balian mengirim dua orang utusan untuk meminta jaminan keselamatan dari Shalahuddin. Namun Shalahuddin menolak dan mengingatkan mereka akan pembantaian besar yang mereka lakukan seratus tahun lalu di tahun 1099 M. Akhirnya Balian de Ibelin datang sendiri menghadap Shalahuddin dan mengancam akan membunuh semua manusia di dalam benteng, menghancurkan masjid Al-Aqsa, dan berjuang sampai mati, jika permohonannya tidak mendapat jaminan keamanan. Setelah mengadakan syura dengan beberapa ulama dan penasihat militer, Shalahuddin menerima proposal Balian de Ibelin.

    Syarat Shalahuddin adalah Balian de Ibelin harus menyerahkan Palestina secara penuh kepada kaum muslimin. Kemudian seluruh prajurit kristen Eropa wajib menebus diri mereka sendiri dalam waktu 40 hari. Akhirnya pada hari Jumat bertepatan dengan Isra' Mi'raj Nabi Muhammd tanggal 27 Rajab 583 H (2 Oktober 1187 M), Shalahuddin memasuki Palestina dengan panuh kedamaian dan ketenangan. Masjid-masjid dibersihkan dari salib-salib kafir dan setelah 88 tahun tak terdengar menggantikan lonceng-lonceng kematian.

    Perang Salib III

    Berita jatuhnya Yerusalem menggegerkan seluruh dunia Kristen dan Eropa khususnya. Pada tahun 1189 tentara Kristen melancarkan serangan balik, dipimpin langsung oleh Kaisar Jerman Frederick Barbarossa, Raja Prancis Philip Augustus dan Raja Inggris Richard ‘the Lion Heart’.

    Perang berlangsung cukup lama. Baitul Maqdis berhasil dipertahankan, dan gencatan senjata akhirnya disepakati oleh kedua-belah pihak. Pada tahun 1192 Shalahuddin dan Raja Richard menandatangani perjanjian damai yang isinya membagi wilayah Palestina menjadi dua: daerah pesisir Laut Tengah bagi orang Kristen, sedangkan daerah perkotaan untuk orang Islam; namun demikian kedua-belah pihak boleh berkunjung ke daerah lain dengan aman.

    Setahun kemudian, tepatnya pada 4 Maret 1193, Shalahuddin menghembuskan nafasnya yang terakhir. Ketika meninggal dunia di Damaskus, Shalahuddin tidak memiliki harta benda yang berarti. Padahal beliau adalah seorang pemimpin. Tapi hal baik yang ditinggalkan oleh orang baik selalu akan menjadi bagian kehidupan selamanya. Kontribusinya buat Islam sungguh tidak pernah bisa diukur dengan apapun di dunia ini.

    Kisah Teladan

    Banyak kisah-kisah unik dan menarik seputar Shalahuddin al-Ayyubi yang layak dijadikan teladan, terutama sikap ksatria dan kemuliaan hatinya. Di tengah suasana perang, ia berkali-kali mengirimkan es dan buah-buahan untuk Raja Richard yang saat itu jatuh sakit. Ketika raja Richard sakit dalam pertempuran, Salahuddin Al-Ayyubi malah mengiriminya buah pir yang segar dingin dalam salju, dan juga seorang dokter. Lalu raja Richard pun tersentuh dan bersedia melakukan perdamaian yang ditandatangani pada 1 September 1192, dan pesta pun diadakan dengan berbagai pertandingan, dan orang Eropa takjub bagaimana agama Islam bisa melahirkan orang sebaik itu.

    Ketika menaklukkan Kairo, ia tidak serta-merta mengusir keluarga Dinasti Fatimiyyah dari istana-istana mereka. Ia menunggu sampai raja mereka wafat, baru kemudian anggota keluarganya diantar ke tempat pengasingan mereka. Gerbang kota tempat benteng istana dibuka untuk umum. Rakyat dibolehkan tinggal di kawasan yang dahulunya khusus untuk para bangsawan Bani Fatimiyyah.

    Shalahuddin juga dikenal sebagai orang yang saleh dan wara‘. Ia tidak pernah meninggalkan salat fardu dan gemar salat berjamaah. Bahkan ketika sakit keras pun ia tetap berpuasa, walaupun dokter menasihatinya supaya berbuka. “Aku tidak tahu bila ajal akan menemuiku,” katanya.

    Shalahuddin amat dekat dan sangat dicintai oleh rakyatnya. Ia menetapkan hari Senin dan Selasa sebagai waktu tatap muka dan menerima siapa saja yang memerlukan bantuannya. Ia tidka nepotis atau pilih kasih. Pernah seorang lelaki mengadukan perihal keponakannya, Taqiyyuddin. Shalahuddin langsung memanggil anak saudaranya itu untuk dimintai keterangan.

    Pernah juga suatu kali ada yang membuat tuduhan kepadanya. Walaupun tuduhan tersebut terbukti tidak berdasar sama sekali, Shalahuddin tidak marah. Ia bahkan menghadiahkan orang yang menuduhnya itu sehelai jubah dan beberapa pemberian lain. Ia memang gemar menyedekahkan apa saja yang dimilikinya dan memberikan hadiah kepada orang lain, khususnya tamu-tamunya.

    Ia juga dikenal sangat lembut hati, bahkan kepada pelayannya sekalipun. Pernah ketika ia sangat kehausan dan minta dibawakan segelas air, pembantunya menyuguhkan air yang agak panas. Tanpa menunjukkan kemarahan ia terus meminumnya. Kezuhudan Shalahuddin tertuang dalam ucapannya yang selalu dikenang: “Ada orang yang baginya uang dan debu sama saja.” 



    0 komentar:

    Posting Komentar

     

    Histat Counter

    Alexa Rank

    Total Tayangan

    DMCA

    Feedjit Traffic Feed

    Get This WidgetGet This Widget