• Ahlan Wa Sahlan !

    Ekspedisi ibn Fadhlan 921 M : ke Wilayah Turki, Rusia, dan Slavic



    Kisah perjalanan Ahmad ibn Fadhlan yang dikirim oleh Khalifah al-Muqtadir ke kerajaan Bulgars di daerah Volga (kini berada di wilayah Rusia) pada tahun 921 M sebagai respon atas permintaan bantuan mereka, dan juga untuk mendakwahkan Islam. Ibn Fadhlan memberikan laporan yang sangat menarik tentang keadaan wilayah yang berada di Utara kekhalifahan Islam itu berikut ciri-ciri masyarakatnya.

    Penjelasan Ibn Fadhlan bukan hanya menarik bagi orang-orang yang membacanya pada masa itu, tetapi juga para peneliti dan pembaca yang hidup di zaman sekarang ini. Bahkan Michael Crichton, seorang novelis Barat modern terinspirasi oleh kisah Ibn Fadhlan ini dalam menuliskan novelnya, Eaters of the Dead yang kemudian difilmkan menjadi 13th Warrior yang dibintangi oleh Antonio Banderas, dengan menjadikan Ibn Fadhlan sebagai tokoh utama ceritanya, walaupun pada kenyataannya cerita dari novel dan film tersebut sudah melenceng dari faktanya. Cerita yang ada di film itu sebenarnya disadur dari literatur klasik (turats) arab kategori adab rihlah (prosa perjalanan) yang berjudul Rihlah Ibn Fadhlan ila Biladit Turk war Ruus wash Shaqalibah (Perjalanan Ibn Fadhlan; ke Wilayah Turki, Rusia, dan Slavic).

    Literatur perjalanan ini dikarang langsung oleh Ahmad ibn Fadhlan yang menjadi perwakilan dari khalifah dinasti Abbasiyah Al-Muqtadir billah (295 H) untuk memenuhi permintaan penguasa wilayah Slavic (Shaqalibah) yang bernama Al-Musy ibn Bulthuwar (versi arab) yang ingin mengerti lebih jauh tentang agama Islam dan syariatnya, sekaligus memohon dinasti Abbasiyah untuk membangunkan benteng maupun masjid di wilayahnya. Rombongan perwakilan terdiri dari Ahmad ibn Fadhlan bersama beberapa ahli fiqh, ahli perjalanan dan rombongan pengawalnya, yang bertolak dari Baghdad pada bulan Shafar 309 H. Dan perjalanan ditempuh selama kurang lebih 3 tahun.

    Yang menarik dari perjalanannya, pengarang mampu melukiskan deskripsi perjalanannya secara hidup. Seperti gambaran geografi wilayah yang dilewati, kondisi sosial masyarakat, agama dan kepercayaannya, sampai bentuk badan maupun wajah bangsa yang dijumpai (antropologi), dll. Tidak terlalu mengherankan jika sosok Ahmad ibn Fadhlan mampu mendeskripsikannya secara apik, mengingat betapa majunya peradaban ilmu yang ada di Baghdad pada saat itu.

    Ia memberikan deskripsi tentang orang-orang yang ia sebut sebagai bangsa Rusiyyah, yang hingga kini masih menjadi perdebatan di kalangan para akademisi, apakah yang ia maksudkan adalah bangsa Rusia/Slavia, bangsa Viking, atau bangsa lainnya. Tentang orang-orang Rusiyyah ini ia mengatakan bahwa ia belum pernah melihat keadaan fisik yang lebih sempurna dari mereka. Mereka digambarkan seperti pohon-pohon palem, bertubuh sedang dan kemerah-merahan. 


    Sedikit detail dari catatan perjalanan Ibn Fadlan: ”Ketika kami berjarak 2 hari dari Bulgar, raja mengirimkan utusannya bersama anak-anak dan saudara mereka untuk menyambut kami. Kami dijamu dengan roti, daging dan jelai (padi-padian yang bijinya keras) yang menyenangkan kami. Ketika kami berjarak 2 farsah (11.5 KM), sang raja menemui kami secara langsung. Ketika dia melihat kami, dia turun dari kudanya dan mengucap terima kasih kepada Allah atas kekuasaan dan kebesaran-Nya. Tanpa kami sangka dia memperlihatkan mata uang Dirham yang dia simpan di kantong lengannya. Dia lalu memberikan tembakau kepada kami”.

    Dalam rombongan utusan Khalifah Abbasiah ini, Ibnu Fadhlan bertugas sebagai pengajar agama. Dalam catatan perjalanannya, Ibnu Fadhlan menceritakan gambaran yang jelas tentang tanah air Bulgaria, perdagangannya, serta adat istiadat rakyatnya. Berkenaan dengan cara hidup rakyat Bugaria zaman itu, Ibnu Fadhlan menulis, “Rakyat hidup di dalam tenda. Tenda milik raja sangat besar sehingga mampu menampung sembilan ribu orang atau lebih. Tenda itu dilapisi karpet-karpet dari Armenia.

    Di tengah tenda terdapat sebuah tempat duduk atau tempat pembaringan yang dilapisi oleh sutra dari Romawi. Di antara kebiasaan rakyat Bulgaria adalah setiap kali mereka mendapat anugerah bayi laki-laki, kakeknya akan mengambil bayi itu dan membesarkannya. Ia akan berkata, “Sampai anak ini tumbuh menjadi laki-laki dewasa, saya lebih berhak menjaga anak ini daripada ayahnya sendiri.”

    Ibnu Fadhlan dalam bagian lain dari buku catatan perjalanannya itu menulis, “Setiap kali ada seseorang di antara mereka yang meninggal dunia, warisannya akan jatuh ke tangan saudaranya, bukan ke tangan anak-anaknya. Saya mengatakan kepada Raja bahwa adat seperti ini tidak benar dan saya menjelaskan tatacara pembagian harta warisan dalam Islam sampai ia memahaminya. Saya tidak pernah melihat tempat lain yang sedemikian sering disambar petir seperti tempat ini. Setiap kali ada sebuah rumah (tenda) yang tersambar petir, mereka akan menjauhi rumah tersebut dan rumah itu ditinggalkan begitu saja, termasuk segala perabotan yang ada di dalamnya sampai akhirnya rumah itu hancur seiring dengan berlalunya waktu. Mereka berkata bahwa rumah itu telah terkena kutukan.”


    Perjalanannya tidak lepas dari kejutan bagi Ibn Fadhlan sendiri. Betapa tidak, pertama, ia sebagai seorang muslim yang meyakini ketauhidan akan menemui aliran keperayaan bangsa lain yang penuh mitos. Kedua, ia sebagai bagian dari masyarakat yang berada dalam puncak peradabannya di Baghdad, akan melewati bangsa-bangsa yang masih semi primitif. Sebagaimana yang banyak ia sampaikan di dalam paragrafnya, ia mengungkapkan keterkejutannya dengan adat orang-orang Slavic (kawasan Eropa Timur), bahwa mereka tidak mengenal kebersihan. Mereka tidak mengenal cebok (istinja) setiap habis buang hajat, tidak mengenal mandi janabah, bahkan ada salah satu ritual keperayaan, mandi dengan air yang dicampur ludah dan kotoran-kotoran lainnya secara bergantian.

    Di beberapa paragraf lain ia mengungkapkan, bahwa mereka tidak memiliki rasa malu untuk bercumbu bahkan bersenggama di depan tamu. Ia merasa kaget dengan budaya free sex yang ada di kawasan tersebut yang sangat berlawanan dengan moral budaya Islam yang ada di Baghdad. Suatu ketika saat ia bertamu di sebuah rumah, tuan rumah tanpa malu bercumbu dengan pasangannya. Ia pun mengucap istighfar sambil menundukkan pandangan. Lalu tuan rumah bercanda kepadanya; "Kalian orang arab, seperti perawan-perawan kampungan yang malu melihat pemandangan seperti ini.."

    Hambatan dan rintangan pun tak lepas dari kisahnya. Salah satunya, yang menurut penulis sendiri itu merupakan klimaks dari kisahnya, yaitu ketika ia dibaiat untuk menjadi ksatria ke 13 untuk memerangi oposisi penguasa, dan kejadian ini yang kemudian difilmkan menjadi 13th Warrior. Awalnya Ibn Fadhlan dan rombongan dipaksa untuk menyaksikan ritual pemakaman salah satu penguasa yang wafat, padahal sebenarnya ia telah menolaknya. Selepas pembakaran mayat, ia hendak bertolak, tetapi ia terkena fitnah oleh beberapa dukun wilayah tersebut, bahwa dia memiliki ilmu ghaib yang telah menewaskan penguasa yang baru saja wafat, dan kini hendak melarikan diri. Ibn Fadhlan berusaha menampik fitnah tersebut, lalu akhirnya ia dinasehati oleh beberapa tokoh masyarakat untuk tidak meninggalkan wilayah itu dulu supaya terbebas dari fitnah. Rintangan tidak cukup disitu saja. Saat itu memang sedang terjadi perebutan kekuasaan antara penguasa wilayah yang ditempati Ibn Fadhlan dan penguasa wilayah sampingnya yang telah berbuat curang. Lalu, sesuai nasehat dukun, agar penguasa wilayah yang ditempati Ahmad Ibn Fadhlan dapat menang melawan oposisi, ada 2 syarat. Pertama, memberangkatkan 13 kesatria. Kedua, salah satu dari ke 13 ksatria itu bukan orang asli. Dan ternyata (dengan terpaksa) Ahmad Ibn Fadhlan lah yang terpilih menjadi ksatria ke 13 itu, dan ia harus ikut bertempur masuk ke medan musuh (yang seharusnya bukan musuhnya) dengan segala keterbatasannya. Namun dengan kejadian itu, ia semakin dapat mempelajari trik-trik perang, membuat pertahanan, dan strategi-strategi ala bangsa lain, sampai cara membuat pedang ala orang Slavic, sebagaimana yang ia tuliskan dalam naskahnya.


    Buku catatan Ibnu Fadhlan adalah salah satu karya tertua mengenai Rusia yang masih tersisa. Vladimir Minorski, seorang orientalis Rusia menilai Ibnu Fadhlan sebagai seorang wisatawan yang berpandangan tajam dan cermat.


    1 komentar:

     

    Histat Counter

    Alexa Rank

    Total Tayangan

    DMCA

    Feedjit Traffic Feed

    Get This WidgetGet This Widget